Kamis, 10 Januari 2013

MANAJEMEN SUMBERDAYA APARATUR


MAKALAH POTENSI LEMBAGA ADAT 
DALAM MENUNJANG PARIWISATA DI KABUPATEN SAROLANGUN 


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG
            Pariwisata (ecotourism) merupakan salah satu bentuk industry pariwisata yang belakangan ini menjadi tujuan dari sebagian besar masyarakat. Pariwisata memberikan “suguhan” kepada wisatawan berupa keindahan alam seperti air terjun, lembah, sungai, panorama pegunungan, danau, keanekaragaman hayati dan pesona alami lainnya seperti terumbu karang, pantai yang indah dan lain sebagainya. Pertemuan Nasional Pariwisata
(1996) mendefinisikan pariwisata sebagai suatu bentuk penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab ditempat-tempat/daerah-daerah alami dan atau tempat-tempat/daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaidah alam yang mendukung upaya-upaya pelestarian/penyelamatan lingkungan (alam dan kebudayaannya) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
            Berdasarkan definisi tersebut maka keberhasilan pembangunan pariwisata dapat dilihat dari kemampuannya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Komponen utama dalam aktivitas pariwisata adalah obyek dan daya tarik wisata. Dalam Undang – Undang nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan, obyek dan daya tarik wisata meliputi keadaan alam, flora, fauna, serta hasil karya manusia. Oleh karena itu, aktivitas pariwisata juga merupakan usaha pemanfaatan berbagai bentuk sumber daya lingkungan, baik yang bersifat fisik biotis maupun budaya.
            Kegiatan atau aktivitas pariwisata pada perkembangannya telah menjadi industri pariwisata dan merupakan salah satu sektor yang dapat memberikan keuntungan secara ekonomi. Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, sektor pariwisata dijadikan sebagai salah satu sumber devisa negara, lebih-lebih adanya pandangan bahwa pariwisata merupakan eksport yang tidak kentara ( Invisible export)  yang tidak mencemari lingkungan ( smokeless industries, dan industri yang tidak akan pernah berakhir ( never ending industries )  telah mendorong para pengambil keputusan guna lebih memberikan penekanan pada aspek keuntungan ekonomi daripada konsekuensi kelestarian lingkungan. Pertimbangan terhadap aspek kelestarian sering dikalahkan dengan alasan ekonomi. Adanya paradigma demikian menyebabkan kecenderungan pengembangan pariwisata dilakukan dalam skala besar- besaran ( massive ) yang berdampak adanya degradasi lingkungan, baik fisik biotis maupun lingkungan sosial budaya.
            Pariwisata ternyata tidak selalu menimbulkan dampak positif seperti : penghasil devisa, membuka lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi; akan tetapi secara bersamaan juga menimbulkan berbagai dampak negatif seperti nilai - nilai sosial budaya maupun pencemaran lingkungan fisik dan biotis. Isu dampak negatif pariwisata ini mengakibatkan perubahan paradigm pembangunan pariwisata, dari model pariwisata massal ( mass tourism) atau pariwisata konvensional ke model pariwisata alternatif ( alternative tourism).
            Lembaga-lembaga sosial yang dibentuk dan menjalankan fungsinya di segala sendi-sendi kehidupan masyarakat, harus selalu berjalan secara harmonis dan dinamis sesuai dengan derajat keserasian tertentu antara lembaga-lembaga sosial tersebut, karena hal yang demikian merupakan cerminan dari masyarakat yang harmonis. Namun kenyataannya, dalam realita kehidupan masyarakat, lembaga-lembaga sosial tertentu mendapatkan tekanan yang lebih besar dari lembaga sosial lainnya, akan tetapi tekanan yang diberikan pada lembaga sosial tertentu sepatutnya tidak mengganggu hubungannya yang serasi dengan lembaga sosial lainnya, karena jika terjadi ketidakserasian antar lembaga sosial, akan dapat menimbulkan gejala-gejala diorganisasi pada masyarakat itu.
Lembaga-lembaga adat yang dibentuk, hidup dan berkembang di tengah-­tengah masyarakat sarolangun sejak dahulu kala, merupakan menifestasi dari keinginan mereka untuk menjadikan hidup lebih bermakna, harmonis, dan dinamis dalam rangka mewujudkan tujuan-tujuan kolektif dibidang yang menjadi kewenangan lembaga adat dimaksud.
Peran dari lembaga-lembaga adat dalam setiap sisi kehidupan masyarakat sarolangun tidak mungkin dapat ditiadakan, karena lembaga-lembaga adat tersebut merupakan kebutuhan dan sudah mendarah daging serta dipertahankan secara turun ­temurun, karena dirasakan menfaatnya sangat penting dalam menata kegiatan tertentu dalam kehidupan masyarakat.
Peran dan fungsi lembaga adat ini juga menjadi penting untuk menjaga ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat. Pada akhirnya ketertiban dan ketenteraman masyarakat itu dapat menjadi sumbangsih terbesar dari masyarakat/lembaga adat dalam menciptakan stabilitas dan mewujudkan ketahanan nasional.
      Dalam perkembangan dewasa ini, nampaknya wewenang dan peran dari lembaga-lembaga adat ini mulai terpinggirkan dalam komunitas kehidupan masyarakat, dikarenakan banyak aspek yang mendorong terjadinya peminggiran fungsi dan peran lembaga adat dimaksud. Salah satunya adalah dengan lahirnya peraturan-peraturan yang bersifat sentralistik dan cenderung berupaya melakukan unifikasi peraturan dalam setiap bidang kehidupan masyarakat bangsa Indonesia. Sebagai contoh adalah diberlakukannya undang-undang tentang pemerintahan desa. Kebijakan pemerintah yang demikian telah menyebabkan lembaga-lembaga adat yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat kehilangan ruh dan marwahnya.
      Kehidupan masyarakat sarolangun yang religius dan menjunjung tinggi adat, telah membawa akibat terhadap kukuhnya pendirian clan ketahanan masyarakat dalam menentang pemerintah Belanda. Kekukuhan dan ketahanan masyarakat itu tidak terlepas dari peran dan pembinaan yang dilakukan lembaga adat secara terus menerus terhadap segi-segi kehidupan sosial budaya masyarakat sarolangun terutama terhadap kehidupan beragama. Peran serta lembaga adat yang telah ada dan membudaya dalam kehidupan masyarakat perlu mendapatkan dukungan semua pihak dalam melestarikan lembaga adat tersebut.
        Lembaga adat merupakan wadah pemersatu kehidupan masvarakat. Keberadaan lembaga adat sangat dibutuhkan, terutama untuk mengelola kehidupan masyarakat dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Keberadaan lembaga adat bertujuan untuk memelihara kehidupan adat sebagai penjelmaan nilai-nilai sosial budaya yang hidup dan berkembang dikabupaten sarolangun. Keberadaan lembaga adat sebagai lembaga yang tumbuh dalam masvarakat adat wajib dipertahankan. Lembaga adat yang sudah hidup dalam masvarakat sarolangun wajib dipertahankan, karena lembaga adat sudah menjadi alat pemersatu kehidupan masyarakat terutama dalam bidang agama, kehidupan sosial ekonomi dan adat istiadat.
      Keberadaan lembaga adat harus dipelihara karena kaedah-kaedah hukum yang berlaku didalam lembaga itu dapat dijadikan pedoman dalam menata kehidupan masvarakat karena sesuai dengan philosofis atau pandangan masyarakat Aceh yang beragama Islam. Lembaga adat yang telah tumbuh dan berkembang telah dapat memberikan arah yang jelas kepada masyarakat dalam menjalankan aktifitas keagamaan

1.2.TUJUAN

Adapun tujuan penulisan ini antara lain ;
a.      Sebagai pemenuhan tugas Menejemen Sumber Daya Aparatur
b.      Mengetahui peran lembaga adat dalam meningkatkan dan mendukung pariwisata
c.       Sebagai wadah sumbangsi pemikiran akan perbaikan dan meningkatkan kepedulian masyarakat khususnya pemerintah akan peran dan potensi lembaga adat itu sendiri.
d.     Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya sebagai pembaca berkenaan dengan lembaga adat
1.3.RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dalam hal ini yakni :

a.      Adakah peranan lembaga adat dalam mendukung pariwisata ?
b.      Bagaimana pengaruh lembaga adat dalam mendukung pariwisata?
c.       Mengapa kita perlu mengetahui peran Lembaga Adat dalam mendukung pariwisata?







BAB II
PEMBAHASAN



2.1. DEFINISI LEMBAGA ADAT

            Lembaga Adat adalah suatu organisasi kemasyarakatan adat yang dibentuk oleh suatu masyarakat hukum adat tertentu mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak dan berwenang untuk mengatur dan mengurus serta menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan adat.
            Hukum Adat adalah Hukum Adat Sarolangun yang hidup dan berkembang dalam masyarakat di Daerah. Adat istiadat adalah aturan atau perbuatan yang bersendikan Syariat Islam yang lazim dituruti, dihormati, dimuliakan sejak dahulu dan dijadikan sebagai landasan hidup.
            Kebiasaan-kebiasaan adalah suatu kegiatan atau perbuatan yang pada dasarnya bukan bersumber dari Hukum Adat atau Adat Istiadat akan tetapi hal tersebut telah diakui oleh umum dan telah dilaksanakan secara berulang-ulang dan terus menerus.

2.2. LEMBAGA ADAT

            Hukum Adat, Adat Istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang masih berlaku, hidup dan berkembang dalam masyarakat, sepanjang tidak bertentang dengan Syariat Islam harus dipertahankan. Syariat Islam menjadi tolok ukur penyelenggaraan kehidupan Adat di Daerah. Lembaga-lembaga Adat dijadikan sosial kontrol dalam penyelenggaraan pemerintahan di Daerah. Lembaga-lembaga Adat yang hidup dan berkembang dalam masyarakat di Daerah tetap dipertahankan, dimanfaatkan, dipelihara, diberdayakan dan dibakukan.

2.3. TUJUAN DAN FUNGSI

A.Tujuan Peraturan Daerah
            Tujuan Peraturan Daerah ini adalah untuk membakukan, mendorong, menunjang dan meningkatkan partisipasi masyarakat guna kelancaran penyelenggaraan kehidupan adat istiadat dan hukum adat di Daerah.

B.Tujuan Adat

Tujuan adat adalah untuk membentuk manusia berakhlak mulia, bermartabat dan berbudaya.

C. Fungsi

Fungsi Kehidupan Adat guna melaksanakan dan mengefektifitaskan adat istiadat dan hukum adat untuk membina kemasyarakatan. Lembaga adat berfungsi sebagai alat kontrol keamanan, ketenteraman, kerukunan, dan ketertiban masyarakat, baik preventif maupun represif, antara lain:
a.         Menyelesaikan masalah sosial kemasyarakatan;
b.         Penengah (Hakim Perdamaian) mendamaikan sengketa yang timbul di masyarakat.


2.4. PEMANGKU DAN PEMBINA ADAT

            Gubernur, Bupati/Walikota adalah Pemangku dan Pembina Adat, dan dalam melaksanakan kegiatannya dibantu oleh sebuah Badan yang bernama Lembaga Adat dan Kebudayaan. Pembentukan dan pengangkatan pengurus Lembaga adat disesuaikan dengan kondisi masing-masing Daerah Kabupaten/Kota, Kepala adat kabupaten sarolangun dalam hal ini dijabat oleh SEKDA. Adapun penunjukannya berdasarkan yang dikatakan sebagai orang asli sarolangun dan mengerti tentang adat sarolangun

2.5. PEMBERDAYAAN ADAT

            Dalam rangka pemberdayaan Adat, Pemerintah Daerah menyelenggarakan penataran adat bagi Pemerintahan Daerah. Pengetahuan tentang Hukum Adat dan Adat Istiadat Sarolangun dimasukkan dalam kurikulum Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah tersendiri (masa pencanangan). Untuk Aparat Pemerintah yang berasal dari luar daerah dan bertugas di Sarolangun harus mempelajari dan menghormati dasar-dasar adat Sarolangun dan nilai-nilai yang hidup di tengah masyarakat adat.


2.6. PEMBIAYAAN

            Pada hakikatnya,Dana pembinaan terhadap Lembaga Adat pada semua tingkatan, disediakan dalam APBN, APBD Propinsi, APBD Kabupaten/Kota, Berta sumber-sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat.


2.7. PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

            Pembinaan Lembaga Adat dalam bidang pelaksanaan tugas dan fungsinya dilakukan sesuai dengan perkembangan keistimewaan dan kekhususan Aceh yang berlandaskan kepada nilai-nilai Syariat Islam dilaksanakan oleh pemangku adat masing-masing daerah.  Adapun Pelaksanaan  pembinaan Lembaga Adat  dijalankan oleh Majelis Adat sarolangun, Kabupaten/Kota dan Kecamatan sesuai kedudukan dan fungsi yang ditentukan dalam aturan yang tersirat dan musyawarah tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Majelis Adat sarolangun

            Pembinaan Lembaga Adat dalam bidang administrasi dan keuangan dilaksanakan oleh pemerintah Aceh, dan pemerintah kabupaten/kota.Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan dana pembinaan Lembaga Adat dalam Anggaran   dan Belanja Aceh (APBA) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten/Kota (APBK).

2.8. SEJARAH LEMBAGA ADAT SAROLANGUN
Rumah Adat Sarolangun beserta Badannya dibentuk saat masa kedudukan Bapak Muhammad Madel. Adanya struktur, atau mulai tertatanya Lembaga Adat yakni pada masa kedudukan Bapak Hasan Basri Agus. Berdasarkan informasi yang kami dapat kurangnya perhatian pemerintah akan lembaga adat pada masa kedudukan Bpk. Cek Endra bahkan tidak adanya program ditahun 2012 yang diadakan dilembaga adat.
Rumah adat ini terdiri dari satu kamar utama, empat tingkatan lantai, dan sketan dapur. Dahulu, dibawah tangga naik-turun terdapat Guci / Gentong yang berisikan air untuk keperluan umum, seperti mencuci kaki. Di samping rumah terdapat bilik, pintunya terdapat pada bagian atas belakang bangunan. Fungsi bilik ini sebagai tempat menyimpan lumbung padi.

2.9 LEMBAGA ADAT DAN PARIWISATA

Lembaga adat mempunyai potensi untuk menjadi wadah, sarana parawisata. Ditinjau dari :
1)      Lokasi yang strategis
2)      Desain Rumah adatnya
3)      Lingkungan yang nyaman, Asri, Luas
            Andai kata rumah adat dijadikan sebagai museum, dengan tatanan bentuk peninggalan bersejarah, walaupun tidak asli namun serupa itu menjadi nilai tambah tersendiri.

2.10. PENDEKATAN PENGELOLAAN PARIWISATA
           
            Pariwisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi. Hal ini sesuai dengan definisi yang dibuat oleh The International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (1980), bahwa konservasi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan biosphere dengan berusaha memberikan hasil yang besar dan lestari untuk generasi kini dan mendatang. Pendekatan lain bahwa pariwisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan. Maksud dari menjamin kelestarian ini seperti halnya tujuan konservasi (UNEP, 1980) sebagai berikut:
1)      Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan.
2)      Melindungi keanekaragaman hayati.
3)      Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya.
            Lebih lanjut Fandeli (2001), mengemukakan bahwa pengelolaan pariwisata mencakup :

a) Pengelolaan Obyek dan Daya Tarik Wisata
            Pengelolaan suatu obyek dan daya tarik wisata (ODTW) sebagai suatu destinasi (tujuan wisata) harus mencakup empat aspek penting termasuk destinasi yang harus dikembangkan dan dikelola. Keempat aspek tersebut adalah destinasi (destination), pemasaran (marketing), pasar (market) dan perjalanan (travel). Pada dasarnya bagi pengelola suatu ODTW keempat aspek harus direncanakan bersama stake holder terkait untuk menentukan strategi dan program pengelolaan masing-masing aspek.
            Upaya pengelolaan keempat aspek dalam kepariwisataan di suatu daerah pada dasarnya masing-masing aspek berinteraksi satu dengan lainnya. Oleh karena itu dalam sistem kepariwisataan, terdapat banyak stakeholder yang terkait sehingga perlu diciptakan hubungan kemitraan. Pengelola destinasi tidak akan berhasil mengundang wisatawan berkunjung ke ODTW-nya bila tidak menjalin hubungan yang baik dengan travel agent, pemandu wisata, pengusaha souvenir, pengusaha hotel dan restoran. Demikian pula perlu dijalin hubungan dengan perusahaan penerbangan dan instansi pengambil kebijakan. Agar ODTW dapat berkembang dan kepariwisataan berkembang maju dalam perencanaan pengembangan dan monitoring dapat menjalin hubungan kemitraan dengan masyarakat dan lembaga pendidikan atau para pemerhati.

b) Pengelolaan Atraksi
           
Untuk dapat mengelola dengan baik suatu destinasi, maka pengelolaan diarahkan dan dirinci berdasarkan aspeknya sebagai berikut:

1. Pengelolaan Berbagai Macam Atraksi

Seluruh komponen yang ada dalam suatu ODTW diharapkan dapat menjadi atraksi. Menurut Shackley (1996)  dalam suatu destinasi, terdapat beberapa atraksi dari kekayaan alam (natural attraction) dan sebagian atraksi buatan (man made attraction). Atraksi buatan ini daya tariknya sengaja dibuat untuk memenuhi keinginan wisatawan. Demikian pula bila ada atraksi berupa heritage atau bangunan peninggalan budaya lama akan meningkatkan daya tarik suatu destinasi. Di samping itu dapat dikemas pula, atraksi dari living culture atau kehidupan masyarakat yaitu berupa system bermasyarakat, adat istiadat dan budaya yang terdapat dalam
kehidupan.
Pengelolaan yang sangat penting bagi atraksi alam atau proses alam adalah mengkonservasi alam dengan memperhitungkan daya dukungnya. Berapa juinlah wisatawan yang masih dapat ditampung dalam suatu destinasi pada satuan luas dan waktu tertentu, tetapi masih memberikan kenyamanan dan kepuasan bagi pengunjung.
Menurut Fandeli (2000) di dalam kepariwisataan alam dikenal ada beberapa daya dukung yaitu daya dukung ekologis (Ecological Carrying Capasity) psikologis (Psychological Carrying Capacity) dan sosial (Sociological Carrying Capacity). Upaya pengembangan, perlu segera dilaksanakan apabila daya dukung ini sudah akan tercapai. Adanya pengembangan baru dan peningkatan pengelolaan yang lebih baik, maka daya dukung akan dapat ditingkatkan.

2. Tipologi Atraksi

Apabila diperhatikan, dapat diketemukan berbagai macam atraksi sesuai dengan pemilikan dan status kawasan wisata. Atraksi yang dikelola sebagai atraksi untuk primary destination akan berbeda dengan secondary destination. Sementara itu pola pengelolaan sangat tergantung pada pemilikan. Pada dasarnya pengelolaan atraksi pada destinasi milik pemerintah akan berbeda dengan swasta, perusahaan atau yayasan non profit. Untuk dapat menciptakan atraksi yang menarik, dibedakan pengelolaannya antara atraksi dengan nuansa setempat (in situ) biasanya alam dan pembenahan sesuai kemginan wisatawan bagi atraksi buatan.

c) Pengelolaan Fasilitas

            Di dalam pengelolaan fasilitas pengelola mengutamakan pelayanan. Menurut Mill and Morisson (1985)  ada tiga macam fasilitas yang dibutuhkan oleh wisatawan. Ketiga fasilitas tersebut adalah tempat menginap (loadging), makan dan minum (food and beverage) dan pelayanan terhadap keinginan wisatawan berkait dengan cinderamata atau souvenir (support industries). Pengelolaan pada ketiga aspek tersebut, diperlukan tiga criteria yang penting yang harus dipertimbangkan. Ketiga kriteria ini adalah kualitas pelayanan, standarisasi dan pengemasan
BAB III
PENUTUP


3.1. KESIMPULAN

            Dibutuhkannya perhatian akan lembaga adat kabupaten sarolangun, serta pentingkan diaktifkan kegiatan untuk hal tersebut. Karena dengan diaktifkannya dan dibudidayakannya lembaga adat maka akan timbul pemikiran-pemikiran baru serta menggali potensi lembaga adat dan peranannya dalam pariwisata sekaligus membantu perekonomian daerah.
            Sejauh ini, kantor lembaga adat masih jauh dari kondisi baik, berantakan dan ketidak teraturan dan kurangnya perawatan membuat pandangan tak sedap dimata. Terlebih adanya sapi-sapi, debu berserakan membuat kondisi tidak steril, ditunjang jumlah staf yang hanya satu orang dan satu penjaga menjadi salah satu factor ketidak teraturan dari sifat malas untuk merawat asset yang berharga tersebut.


3.2. SARAN
Adapun saran-saran penulis antara lain :
1.      Sektor pariwisata di Kabupaten Semarang masih banyak yang terbengkelai dengan dibangunya obyek-obyek wisata harapannya pengunjung akan meningkat dan dengan meningkatnya pengunjung pendapatan ekonomi masyarapat akan meningkat pula.
2.      Pemerintah Kabupaten Semarang harus lebih meningkatkan sarana prasarana, karena itu merupakan faktor penunjang utama untuk mempermudah pengunjung datang ke obyek wisata tersebut.
3.       Pemerintahan Kabupaten Semarang perlu menindaklanjuti Rencana pengembangan sebagai jaring-jaring kunjungan wisata dalam bentuk paket-paket wisata regional dengan kota-kota lain disekitarnya.
4.       Pemerintah Kabupaten Semarang harus lebih mengkaitkan produk-produk yang dikembangkan oleh kawasan sekitarnya dan membangun semangat kerja sama dengan Kabupaten / Wilayah lain untuk lebih menarik arus


















DAFTAR PUSTAKA

Karyono, Pariwisata merupakan ekpor, 1997,h.165
Kodyat, Dampak Lingkungan Indrustri Pariwisata 1995,h.23
Nuryanti , Aspek keuntungan Ekonomi, 1997, h.45
Gunawan, Paradigma Pengembangan Pariwisata, 1997, h.67

Tidak ada komentar:

Posting Komentar